28 Januari 2023
Berita Golkar - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo berhasil meraih gelar Doktor…
28 Januari 2023
Berita Golkar - Penguatan kelembagaan BSNPG Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan Peningkatan kualitas Sumber Daya…
27 Januari 2023
Berita Golkar - Capaian kinerja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang cemerlang dan terus menjalankan transformasi…
27 Januari 2023
Berita Golkar - Ketua Panitia sekaligus Sekretaris Pimpinan Daerah Kosgoro Sulut, Raski Mokodompit menyatakan …
27 Januari 2023
Berita Golkar - Ibadah dan perayaan Natal Partai Golkar di Manado Sulawesi Utara turut jadi ajang konsolidasi…
27 Januari 2023
Berita Golkar - Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bogor, Wawan Hikal Kurdi membidik kursi Ketua DPRD setempat…
27 Januari 2023
Berita Golkar - Ketua DPD I Partai golongan karya ( Golkar) Provinsi Sulbar H.Aras Tammauni menyebut Ketua DPD…
27 Januari 2023
Berita Golkar - Partai Golkar tampaknya tak ingin main - main untuk mendulang suara maksimal di DPR RI pada tahun…
27 Januari 2023
Berita Golkar - Dalam sepekan ini, Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau, Kota Tanjungpinang dilanda banjir akibat…
27 Januari 2023
Berita Golkar - Lembaga Penelitian Masyarakat Milenial (LPMM) melakukan jajak pendapat terkait dukungan milenial…
27 Januari 2023
Berita Golkar - Belum banyak orang yang mengenal sosok Ayuningtyas Widari Ramdhaniar atau yang akrab disapa Tyas ini. Ia merupakan perempuan hebat yang lahir secara politik dari rahim Partai Golkar. Redaksi Golkarpedia.com berkesempatan mendapatkan wawancara eksklusif bersama Ayuningtyas Widari Ramdhaniar mengenai kehidupannya, mulai dari masa lalu hingga perjalanan politiknya dalam shooting konten Youtube bertajuk ‘Batagor’.
Pada kesempatan tersebut, Tyas menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh redaksi. Salah satu pertanyaannya adalah mengenai kegiatan Tyas yang terlihat cukup aktif sebagai aktivis anti bullying pada anak. Tema ini menggugah nurani kami karena maraknya kejadian bullying pada anak, bahkan yang sudah dewasa di Indonesia tanpa ada tindakan khusus kepada para pelakunya.
Sebelum Tyas menjawab mengenai apa saja yang sudah ia lakukan untuk melawan perilaku bullying di Indonesia, ia terlebih dahulu menjelaskan tentang dampak buruk bullying bagi para korban.
Baca Juga: Ahmad Doli Kurnia Desak Pemerintah Segera Tunjuk Plt Gubernur Papua
“Sebenarnya kita harus tahu bahwa apa sih efeknya dari bullying. Jadi kita ketika lahir ke dunia ini, kita memiliki alam bawah sadar, lalu di usia 3 tahun alam sadar itu baru terbentuk dan terus terbentuk sampai usia 13 tahun. Di antara alam sadar dan alam bawah sadar ada yang disebut critical illness, fungsinya sebagai penyaring dari alam sadar ke alam bawah sadar,” papar pemilik lembaga Lobbyist Agency AWR Partnership ini.
Bagi korban bullying usia anak, dampak yang mereka terima ke depan akan luar biasa negatif. Anak akan menjadi lebih pemurung, mereka jadi anak yang tidak percaya diri dan merasa bahwa benar diri mereka tidak berharga.
“Bayangkan anak-anak yang mendapat bullying itu dari 0 sampai 13 tahun, berita baiknya adalah apapun yang kita ajarkan itu akan mudah diterima oleh mereka. Tapi kalau hal yang negatif, bisa dianggap benar oleh mereka,” sebut kader Partai Golkar ini.
Baca Juga: Upaya Kurangi Emisi, Agus Gumiwang Kartasasmita Bakal Kurangi Kandungan HFC Secara Bertahap
Tyas bisa menjelaskan dengan begitu detail dan berdasarkan pengetahuan karena ia sendiri ternyata pernah secara langsung menjadi korban bullying di masa kecil. Pengalaman pahit ini Tyas bagikan sebagai pembelajaran bagi para orang tua dan pendidik agar lebih aware terhadap lingkungan sosial anak.
“Ini pertama kalinya saya sharing di media public, bahwa saya juga korban bullying. Dan saya tahu efek dan dampaknya dari bullying itu seperti apa. Apapun langkah untuk menentukan keputusan hidupnya ternyata sangat dipengaruhi oleh masa lalunya. Saya waktu usia masih 4 SD, luar biasa dampaknya,” ujar Tyas dengan nada bergetar dari bibirnya.
“Saya jadi takut terhadap laki-laki, cara pandang saya terhadap laki-laki juga berbeda. Jadi efek terhadap bullying itu banyak, baik itu terhadap korban maupun pelaku, tentu dampak negatifnya. Jadi bullying benar-benar harus distop,” sambungnya lagi.
Tyas yang juga menjabat sebagai Managing Director Program Yayasan Diesel Solidarity ini lantas menceritakan mengenai hal apa saja yang ia bisa lakukan untuk melawan bullying dewasa ini.
“Apa saja yang sudah saya lakukan untuk melawan bullying ini? Banyak. Saya punya anak, punya banyak anak asuh juga. Saya benar-benar bina mereka dan saya tekankan, kalau ada masalah yang mungkin sekiranya sulit diceritakan pada orang tua, bisa diceritakan kepada saya. Jadi saya nggak pernah merasa terbebani kalau anak-anak asuh saya menceritakan masalah mereka pada saya,” ungkap Tyas.
Selain itu, Tyas juga kembali menegaskan bahwa bullying itu sama seperti perilaku diskriminasi dan pelekatan stigma terhadap individu. Karenanya, ia konsen terhadap hal ini dengan menanamkan spirit solidaritas dan keberanian terhadap anak-anak agar muncul kesadaran bahwa masa depan mereka yang dibentuk hari ini adalah hal berharga.
“Karena kita ga bisa lagi mentolerir satu hal pun bentuk diskriminasi, maupun stigma yang ada di masyarakat. Saya juga bersama tim mengajar di Yayasan Srikandi, sebagai relawan. Jadi di sana ada anak-anak kurang mampu dan sekolahnya gratis. Di sana kita bantu mereka meningkatkan kapasitas soft skill,” tutup Tyas. {redaksi}
27 Januari 2023
Berita Golkar - Muhidin M Said adalah satu-satunya anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Tengah. Meski menjadi satu-satunya anggota DPR RI dari Dapil Sulteng, Muhidin M Said terhitung sebagai figur legislator senior. Sebab ia sudah empat kali secara berturut duduk sebagai anggota DPR RI dari Partai Golkar.
Pria kelahiran Soppeng, 7 Oktober 1950 ini telah menjadi anggota DPR RI sejak periode 2004 sampai 2009, lalu periode 2009–2014, 2014–2019, dan terakhir di 2019–2024. Keberadaan Muhidin M Said di parlemen selama empat periode berturut ini menunjukkan bahwa dirinya memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk terus bisa berada pada jabatan dan posisi ini.
Tentu bukan perkara sembarangan juga figur Muhidin M Said mampu menembus kursi legislatif DPR RI selama empat periode beruntun jika kinerjanya tidak benar-benar dirasakan masyarakat. Dalam Pemilu terakhir yang diikuti oleh Muhidin M Said, yakni pada Pemilu 2019 saja ia berhasil meraih 94.779 suara. Sebuah ukuran capaian suara yang luar biasa besar.
Baca Juga: Jadi Tuan Rumah Musda Kosgoro 1957 dan Perayaan Natal Nasional, Kota Manado Dibuat Menguning
Melesatnya karir Muhidin M. Said pada bidang politik dan profesional tentu tak bisa dilepaskan dari latar belakangnya. Tapak kehidupannya yang tak pernah beranjak dari Sulawesi Tengah sejak ia lahir hingga beranjak dewasa membuat pergaulan sosialnya berkembang di daerah ini.
Lahir di Soppeng, ketika masuk usia sekolah dasar Muhidin M. Said mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat di Palu dari tahun 1958 sampai 1964. Setelahnya, suami dari Sri Sulistiati ini melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 2 Palu dari tahun 1964 dan lulus di tahun 1967. Tak hanya SMP, saat SMA pun Muhidin M. Said masih bertahan di Kota Palu untuk melanjutkan jenjang pendidikan di SMAN 1 Palu dari tahun 1967 sampai 1970.
Menuntaskan wajib belajar 9 tahun, Muhidin M. Said atas keinginannya, ia kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Meski banyak teman-temannya mencoba peruntungan atau melanjutkan pendidikan ke luar Sulawesi Tengah, Muhidin M. Said tak bergeming. Ia tetap meneruskan kehidupannya di Sulteng dengan mengambil gelar kesarjanaan di Fakultas Ekonomi, Universitas Tadulako pada tahun 1971.
Baca Juga: Meutya Hafid Yakin Profesionalitas Menhan Prabowo Terkait Penunjukan Sebagai Orkestrator Intelijen
Universitas Tadulako sendiri berada di Kota Palu. Ketika berkuliah, Muhidin M. Said tidak seperti mahasiswa pada umumnya yang hanya belajar lalu kembali ke tempatnya masing-masing. Tiada waktu luang untuk Muhidin M. Said yang terbuang percuma. HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) menjadi tempatnya berkiprah sekaligus mengisi waktu luang dengan bermanfaat.
Karir organisasinya pun meningkat seiring proses yang telah dilalui olehnya. Hingga kemudian, Muhidin M. Said menjabat sebagai Ketua Senat Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako di tahun 1974 sampai 1976 dan Bendahara Umum HMI Cabang Palu di tahun 1982 sampai 1984. Muhidin M. Said sendiri berhasil mendapatkan gelar sarjana ekonomi dari Universitas Tadulako di tahun 1975.
Pasca lulus dan berhasil tersemat gelar sarjana ekonomi di belakang namanya, Muhidin M. Said melanglang buana di berbagai organisasi dan dunia profesional. Beberapa jabatan organisasi yang pernah dipegangnya antara lain Ketua DPD KNPI Sulawesi Tengah di periode 1982 sampai 1985, Ketua BPD Gapensi di tahun 1984 sampai 1990, Ketua AMPI Sulawesi Tengah dari tahun 1985 sampai 1990, Ketua HIPMI Sulawesi Tengah di tahun 1987 sampai 1991, hingga Ketua Umum Kadin Sulawesi Tengah 2 periode pada 1999-2004 dan 2004-2008.
Pada tahun 2002 sampai 2012, Muhidin M. Said pernah diamanahi jabatan sebagai Ketua Pengda Perbasi Sulawesi Tengah dan Dewan Penasehat Kadin di tahun 2010 sampai 2015. Tidak hanya karir organisasi, karir bidang profesional Muhidin M. Said pun terbilang mentereng.
Muhidin adalah seorang pengusaha besar di Sulawesi Tengah dan memiliki usaha di berbagai bidang antara lain real estate (PT.Bhakti Kencana Mandiri), modal ventura (PT. Sarana Ventura Sulawesi Tengah) dan kakao (PT. Industri Kakao Sulawesi Tengah).
Di Partai Golkar, Muhidin M. Said telah menjadi bagian dari keluarga besar partai berlambang beringin sejak tahun 1980-an. AMPI menjadi organisasi sayap Partai Golkar pertamanya. Di luar AMPI, Muhidin M. Said pernah pula mengemban amanah sebagai Wakil Ketua DPD Partai Golkar Sulawesi Tengah di tahun 2000, Ketua Kosgoro 1957 dari tahun 2007, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar di periode 2009 sampai 2015.
Lalu Ketua Bidang Infrastruktur dan Transportasi DPP Partai Golkar di tahun 2016 sampai 2019 dan Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Sulawesi DPP Partai Golkar di periode masa jabatan 2019-2024.
Baca Juga: Selamat! Dilantik Aras Tammauni, Lukman Nurman Resmi Pimpin DPD II Partai Golkar Majene
Muhidin M. Said sebenarnya bisa terhitung sebanyak 6 periode duduk di kursi DPR RI jika memasukkan periode tahun 1992-2004 turut dihitung. Di periode itu, Muhidin M. Said menjadi anggota MPR RI dari unsur utusan daerah Sulawesi Tengah. Setelah UUD mengalami amandemen, hingga utusan daerah dihapuskan dan diganti dengan DPD RI.
Perubahan regulasi tersebut turut mendorong migrasi pilihan politik Muhidin M. Said. Terlebih ia sudah cukup lama menjadi bagian dari Partai Golkar. Maka tak ada keraguan bagi Muhidin M. Said untuk menjadikan Partai Golkar sebagai pelabuhan politiknya. Di Pemilu 2004, Muhidin M. Said kemudian mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dari Partai Golkar untuk Dapil Sulawesi Tengah.
Berbekal tapak kehidupan serta manfaat yang telah ia tebar untuk masyarakat Sulawesi Tengah selama ini, Muhidin M. Said berhasil terpilih. Tidak hanya satu periode, di tiga periode selanjutnya, ia meneruskan kultur keterpilihan dirinya sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar.
Baca Juga: Golkar NTB Berduka, Sosok Guru Politik dan Tokoh Senior Lalu Mesir Suryadi Meninggal Dunia
Di Parlemen, Muhidin M. Said pernah mencicipi berbagai jabatan mulai dari Wakil Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk periode 2009 sampai 2019, anggota Komisi XI DPR RI, hingga Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI di periode 2019-2024.
Selama duduk di DPR RI, Muhidin M. Said terhitung sangat aktif dalam berbagai kerja-kerja legislasi di parlemen. Di antaranya turut aktif dalam pembahasan rancangan Undang Undang (RUU) Jasa Konstruksi, pembahasan rancangan APBN dari tahun ke tahun, pengambilan keputusan pembekuan izin usaha Lion Air.
Lalu berkontribusi aktif dalam pembahasan mengenai RUU Sumber Daya Air, pembahasan mengenai insiden dan kecelakaan konstruksi pada Proyek Strategis Nasional, pembahasan masalah transportasi di Jabodetabek dengan BPTJ. Muhidin M. Said juga memiliki kontribusi positif dalam pembahasan hingga perumusan RUU Search and Rescue (SAR).
Generasi muda Partai Golkar bisa banyak belajar dari seorang Muhidin M. Said mengenai betapa mahalnya sebuah loyalitas harus dijunjung tinggi demi keberhasilan dalam kehidupan. Loyalitas yang terbangun dari diri Muhidin M. Said tentu perlu diwariskan pada generasi muda Partai Golkar. Seiring waktu, daun-daun tua beringin akan meranggas, berganti dengan tunas baru yang siap menjaga kekokohan batang beringin. {redaksi}
26 Januari 2023
Berita Golkar - Peneliti dan politisi seperti satu mata koin yang berbeda sisi. Sebagai seorang politisi, selain retorika dan logika, perlu juga kiranya mendasarkan perspektif dengan data. Pun dengan peneliti, hasil dari riset yang mereka lakukan terkadang bisa merubah peta perpolitikan yang sudah ada. Kedua karir ini pernah dijalani oleh Indra J. Piliang, pria asal Sumbar yang sudah malang melintang di dunia politik, tetapi loyalitasnya hanya dihadirkan untuk Partai Golkar.
Dalam shooting tayangan konten youtube Golkarpedia dengan segmen ‘Batagor’ Bincang Tanya Seputar Golkar pada Selasa (24/01/2022), Indra J. Piliang menguak sisi terdalam dari dirinya. Termasuk ketika redaksi bertanya mengenai latar belakang karirnya sebagai seorang peneliti jika dibandingkan kehidupannya sekarang sebagai politisi.
“Kalau dilihat, menjadi peneliti adalah satu pertaruhan yang diidamkan banyak orang. Ketika saya meminta izin oleh ayah saya untuk menjadi politisi, ayah mengatakan begini. Apalagi yang kamu cari? Yang dicari dalam hidup adalah kemerdekaan,” papar Indra J. Piliang yang bernostalgia dengan pernyataan sang ayah, ketika ia meminta pendapat atas pilihan hidup antara menjadi seorang peneliti atau politisi.
Baca Juga: Gubri Syamsuar Harap Dapat Bantuan Pusat Untuk Atasi Masalah Abrasi di Riau
Jawaban sang ayah bagi Indra J. Piliang cukup memuaskan, tetapi sayang, telah terpatri di hatinya pilihan hidup untuk menjadi seorang politisi. Jiwa petualang Indra J. Piliang ketika itu membuncah. Baginya sukses menjadi seorang peneliti harus terus diejawantahkan dengan sukses pula menjadi seorang politisi. Padahal sang ayah sempat menentang keinginannya tersebut.
“Kamu sudah merdeka ketika menjadi peneliti. Hari ini ayah bisa lihat kamu di mana saja, ayah lihat TV ada kamu, ayah buka koran ada kamu. Kenapa kamu jadi politisi? Yang jelas kamu tidak akan menikmati kemerdekaan. Saya jawab begini. Justru saya ingin merasakan bagaimana tidak merdeka,” tambah pria yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pakar DPP Partai Golkar ini.
Indra J. Piliang menjelaskan kepada redaksi Golkarpedia.com tentang keteguhan hatinya saat itu, mengapa ia nekat mengambil jalan lain sebagai politisi ketika karirnya sebagai peneliti mulai menanjak. Ada kebutuhan bagi pria yang akrab disapa IJP itu mengenai informasi dan hubungannya dengan lingkaran para pengambil kebijakan.
Baca Juga: Ratu Tatu Chasanah: Pejabat Harus Punya Inovasi, Jangan Hanya Kerja Untuk Gugurkan Kewajiban
“Artinya begini. Ketika kita menjadi peneliti dan tidak mempunyai hubungan yang dekat dengan para pengambil kebijakan, informasi-informasi yang disebut A1 itu, maka kita akan tidak memiliki nuansa yang keseharian,” jelas IJP secara gamblang.
Indra J. Piliang melanjutkan, bahwa sebenarnya ketika itu ia cukup menikmati karir sebagai peneliti. Tetapi tantangan kehidupan yang semakin progresif ditambah terbukanya peluang ruang intelektual di dalam tubuh partai politik saat itu membuatnya tertarik berkecimpung sebagai politisi.
“Kalau ditanya apakah saya menikmati kehidupan sebagai peneliti, mungkin pada saat itu. Tapi lama kelamaan saya berpikir bahwa akan ada jarak yang terlalu jauh dari pengambil keputusan. Sehingga menjadi politisi adalah pilihan berikutnya,” jawab Ketua Biro Kaderisasi & Keanggotaan DPD I Partai Golkar DKI Jakarta ini.
Baca Juga: Upaya Kurangi Emisi, Agus Gumiwang Kartasasmita Bakal Kurangi Kandungan HFC Secara Bertahap
“Mana yang lebih baik? Tentu menjadi seorang politisi tapi tetap dianggap memiliki kemerdekaan. Saya dengar begitu. Banyak kawan-kawan yang mengatakan, Indra Piliang itu satu-satunya politisi yang masih merdeka,” sambungnya lagi.
Dalam kesempatan tersebut, Indra J. Piliang seperti karakternya yang gamblang dan berani, sempat menyindir elit-elit partai politik yang menurutnya kurang menghargai kemerdekaan dalam bersikap pada proses pengambilan keputusan di partai.
Indra J. Piliang memang sosok kontroversial di Partai Golkar. Dahulu saat partai bersikap mengusung Basuki Tjahaja Purnama sebagai Cagub DKI Jakarta, IJP adalah salah satu kader yang berteriak paling lantang menolak keputusan tersebut. Bahkan ketika ia mencalonkan diri sebagai Walikota Pariaman, IJP harus maju dari jalur independen karena tak dapatkan tiket partai.
Namun ia bisa memahami mengapa sikap partai dan para elit politiknya terkesan kolot. Tentu ada kepentingan yang harus diamankan. Hanya saja IJP memberikan saran agar elit partai politik manapun, untuk terbuka terhadap perbedaan.
“Elit-elit politik dewasa ini harus disadarkan bahwa kita ini lahir dari gerakan mahasiswa di kampus. Kita ini adalah aktivis-aktivis kampus. Artinya ketika suatu kali kita berbeda dengan petinggi partai misalnya, bukan berarti kita tidak loyal,” sebut IJP.
IJP pun berpesan, agar budaya intelektual lebih meresap di partai, maka seharusnya elit politik tidak hanya memelihara kader yang dianggap loyal terhadap keputusan individu per individu, tetapi juga kader yang bisa jadi teman diskusi yang sehat di tataran pengambilan keputusan kepartaian.
“Karena bagi petinggi partai yang mereka cari adalah politisi yang loyalis. Sementara bagi yang memiliki karakter intelektual, menurut saya punya loyalitas sangat tinggi pada partai, tapi ada waktu-waktu tertentu berbeda sikap dengan partai,” pungkasnya. {redaksi}
25 Januari 2023
Berita Golkar - Adrian Jopie Paruntu merupakan salah satu dari sekian figur muda yang masuk dalam kategori milenial di DPR RI. Pria kelahiran Jakarta, 10 Maret 1994 ini terhitung baru menginjak usia 28 tahun pada 2022. Meski masih muda, Adrian Jopie Paruntu memiliki kapasitas sebagai politisi. Ia terlahir dari keluarga yang sudah kuat secara kultur akademis dan politik.
Hingga beranjak dewasa, lingkungan politik Partai Golkar pun menjadi hal yang biasa untuknya. Adrian Jopie Paruntu memang mengenal dunia politik dari orang tuanya. Ia adalah putra dari mantan Bupati Minahasa Selatan yang hingga kini masih menjabat sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Sulawesi Utara, Christiany Eugenia Paruntu atau akrab disapa Tetty Paruntu.
Dari seorang Tetty Paruntu lah Adrian Jopie Paruntu belajar segala sesuatu hal mengenai dunia politik. Sampai pada akhirnya, ia memutuskan mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dari Partai Golkar di Dapil Sulawesi Utara.
Baca Juga: Gandeng BPDPKS, Puteri Komarudin Beri Edukasi Potensi Komoditas Kelapa Sawit Untuk Ekonomi Warga
Adrian Jopie Paruntu terpilih menjadi Anggota DPR-RI periode 2019-2024 setelah mendapat perolehan 70.621 suara mewakili Partai Golkar dapil Sulut. Di Minahasa Selatan sendiri, tempat basis suara bagi sang ibu ketika menjabat sebagai Bupati Minsel, Adrian Jopie Paruntu mendapatkan 44.516 suara. Artinya 50% lebih suara Adrian Jopie Paruntu berasal dari tempat sang ibu berkiprah.
Ini bukti kepercayaan yang diberikan konstituen kepada keluarga Tetty Paruntu, termasuk untuk Adrian Jopie Paruntu. Terlepas dari peran sang ibu atas kiprah politiknya, Adrian Jopie Paruntu memiliki jalan hidupnya sendiri, ia diberikan kebebasan untuk bisa berkiprah di tempat terbaik seperti DPR RI.
Apalagi mengingat latar belakangnya yang terbilang cerdas sebagai seorang pembelajar. Tahun 2006 Adrian Jopie Paruntu menamatkan pendidikan di SD Swasta Global Jaya, Kota Tangerang Selatan. Berlanjut di tahun 2009, ia lulus dari SMP Global Jaya, Kota Tangerang Selatan. Di tahun 2018, Adrian Jopie Paruntu dengan mengambil jurusan IPA berhasil lulus dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Numatra.
Baca Juga: Airlangga Hartarto: Perkuat dan Solidkan Barisan Demi Kemenangan Partai Golkar
Selang satu tahun sejak ia lulus SMA, Adrian Jopie Paruntu langsung melangkah masuk sebagai seorang politisi dengan mengikuti kontestasi politik Pemilu 2019. Keberuntungan lekat dengan dirinya. Ia berhasil terpilih dan mencatatkan diri sebagai salah satu anggota DPR RI termuda di Pemilu 2019.
Oleh Fraksi Partai Golkar DPR RI, Adrian Jopie Paruntu kemudian ditempatkan di Komisi X DPR yang membidangi urusan Pendidikan, Kepemudaan, Olahraga, Perpustakaan, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif.
Dalam beberapa kali kunjungan ke daerah pemilihan, Adrian Jopie Paruntu seringkali berbicara mengenai pentingnya bagi setiap individu untuk meningkatkan taraf pendidikan demi terwujudnya sumber daya manusia yang andal.
Adrian Jopie Paruntu juga cukup rajin dalam memberikan pemahaman 4 pilar kebangsaan untuk generasi milenial di Dapilnya. Bagi Adrian Jopie Paruntu di masa depan, ancaman generasi milenial sangat kompleks, apalagi adanya media sosial yang selama ini memanjakan kegiatan kaum milenial. Bisa jadi disrupsi untuk kehidupan nyata yang harus mereka jalani.
Baca Juga: Airlangga Hartarto Tegaskan Figur Capres Partai Golkar Sudah Final dan Tak Bisa Diganggu Gugat
Di luar aktivitasnya sebagai politisi dan legislator, sisi lain dari Adrian Jopie Paruntu adalah kemampuannya sebagai pembalap profesional. Seperti pada November 2022 lalu saat ia berkompetisi membawa bendera Tim Rizqy Motorsport di gelaran ETCC 2022. Adrian Jopie Paruntu balapan selama 12 lap di Sirkuit Sentul, Bogor, Jawa Barat. Hasilnya, Adrian berhasil finish di podium kedua dengan catatan waktu 21:44.976.
Di internal Partai Golkar, Adrian Jopie Paruntu kini diamanahi jabatan sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Bidang PP Wilayah Sulawesi DPP Partai Golkar untuk periode 2019-2024.
Masih muda, berprestasi, dan memiliki jabatan tinggi di dunia politik, Adrian Jopie Paruntu mampu menjalani segalanya dengan penuh tanggung jawab. Ia adalah cerminan dari generasi milenial masa kini yang selalu memiliki cara untuk merangkak naik, memenuhi segala ambisi dan hasrat mereka. Meski belum banyak hal dilakukannya di DPR RI, Adrian Jopie Paruntu tetaplah aset masa depan Partai Golkar dan Bangsa Indonesia. {redaksi}
25 Januari 2023
Berita Golkar - Pilihan Muhammad Ridwan Kamil bergabung dengan Partai Golkar bukanlah jalan mudah. Banyak analis menduga, Kang Emil – nama panggilannya – dipersiapkan sebagai Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden Partai Golkar. Analisa yang keluar tanpa informasi memadai. Seolah, Partai Golkar tak memiliki deretan kader usia 50 tahun sampai 60 tahun yang cakap di bidang kepemimpinan nasional.
Padahal, jika membaca dari rangkaian berita sebelumnya, baik di tingkat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar atau Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar, nama-nama lain yang bergabung sudah disebut. Bahkan, khusus dalam momentum Hari Ulang Tahun Partai Golkar yang dihelat di Jakarta Expo Kemayoran, sosok Wanda Hamidah diperkenalkan. Wanda adalah aktivis 1998 yang mencorong, alumnus Universitas Trisaksi.
Di luar Wanda, sudah terdapat nama dan barisan aktivis mahasiswa 1998 lain yang bergabung. Sebagian masuk dalam jajaran fungsionaris Partai Golkar yang hendak diterjunkan dalam pemilu legislatif 2024. Kalau ada ‘title’ FUNGSIONARIS muncul dalam nama seorang kader Partai Golkar, sudah pasti masuk daftar bakal calon anggota DPR RI dan DPRD (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) yang sedang menjalankan penugasan.
Baca Juga: Tinggal Cetak KTA, Bupati Gorontalo Utara Thariq Modanggu Gabung Partai Golkar
Setiap bulan, nama-nama itu dievaluasi dalam Rapat Harian dan Rapat Pleno kepengurusan setingkat. Bagi calon anggota DPR RI, evaluasi dilakukan DPP Partai Golkar yang langsung dipimpin oleh Ketua Umum Airlangga Hartarto.
Surabaya dan Medan, dua kota besar selain Jakarta, sudah mencuatkan nama politisi yang ‘pindah tempat bernaung’ atau bahkan politisi baru ke bawah rindang pohon beringin, sebelum Kang Emil diumumkan minggu lalu. Sebut saja Bayu Airlangga, eks pemimpin Partai Demokrat Provinsi Jawa Timur, pada awal Juni 2022.
Yang lebih dahsyat,belasan loyalis Bayu di Jawa Timur ikut berpindah armada. Terakhir, Soekarwo yang notabene bapak mertua Bayu, mantan Gubernur Jawa Timur yang berprestasi, ikutan memperkuat barisan Dewan Pakar Partai Golkar.
“Apakah anda punya afiliasi partai politik di Amerika Serikat?” begitu pertanyaan yang diajukan kepada William Liddle, imuwan politik asal Amerika Serikat yang banyak berjasa terhadap perkembangan ilmu politik di Indonesia. Bill Liddle, begitu panggilannya, berhasil merekrut sejumlah mahasiswa asal Indonesia untuk kuliah magister hingga doktoral di Amerika Serikat.
Baca Juga: Hadirkan Karya Nyata, SOKSI Kabupaten Garut Bantu Pemdes Tanjungkarya Menata Kawasan Desa Wisata
“Jangankan urusan pilihan partai politik, bahkan calon menantu saya saja sudah pasti wajib punya afiliasi dengan Partai Demokrat!” ujar Bill, bersemangat.
Seingat saya, komentar itu diberikan Bill ketika membahas buku Barack Obama: Dari Jakarta Menuju Gedung Putih, terbitan Ufuk Press, 2007. Sekalipun lebih banyak membaca buku Benedict Richard O’ Gorman Anderson, namun saya sering jumpa Bill Liddle sejak mahasiswa. Ben Anderson dikenal sangat kritis kepada pemerintahan Orde Baru, hingga jarang mendapatkan kesempatan berkunjung dan berdiskusi dengan kalangan cendekiawan dan kelompok kritis Indonesia di Indonesia.
Bill Liddle hanya satu dari sekitar hampir 48 Juta anggota Partai Demokrat Amerika Serikat Jumlah anggota Partai Demokrat yang punya National Democratic Institute sebagai jejaring lobby di sejumlah negara ini, jauh berkurang dibanding tahun 2020.
Baca Juga: Migrasi Ridwan Kamil dan Pakde Karwo Bikin Citra Golkar Era Airlangga Hartarto Makin Menjanjikan
Ratusan ribu anggota Partai Demokratik yang minggat ini, berhasil membuat Partai Republik menang Pemilu Sela tahun 2022 lalu. Nancy Patricia Pelosi dari Partai Demokrat yang dianggap sebagai Orang Kedua Terkuat Amerika Serikat kehilangan kursi Juru Bicara Kongres atau DPR Amerika Serikat yang dijabat keduakalinya sejak 2019. Nancy pernah menduduki pos itu pada 2007-2011, ketika Obama jadi Presiden.
Bandingkan jumlang anggota Partai Demokrat itu dengan jumlah anggota Partai Golkar yang sudah mendapatkan Nomor Pokok Anggota Partai Golkar (NPAPG). Dalam satu tahun terakhir saja, kinerja seluruh fungsionaris DPRD DKI Jakarta Raya baru berhasil menjaring 182.071 anggota Partai Golkar, berdasarkan data tanggal 23 Januari 2023.
Program pendaftaran calon anggota yang bakal mendapatkan NPAPG di DKI Jakarta ini termasuk pionir dalam keterbukaan. Bocoran yang saya dapat, NPAPG nasional yang berhasil dihimpun sudah jauh di atas angka 2,5 Juta. Angka pasti, tentu berada di laptop Satuan Tugas yang ditunjuk Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar.
Baca Juga: Dedi Mulyadi: Kecelakaan Akibat Jalan Berlubang, Warga Bisa Gugat Pemerintah Setempat
Apakah Bayu yang merayu Pak De Karwo, atau Pak De Karwo yang sudah lama ingin bergabung dengan Partai Golkar, sudah tentu itu urusan meja makan keluarga besar Pak De Karwo. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI itu jelas memiliki sejumlah loyalis, paling tidak di kalangan Generasi X seperti saya. Kalau bersua dengan Pak De Karwo, saya akan tanyakan soal ini lebih detil, termasuk tanggal lahir Bayu yang susah digoogling.
Sama halnya saya bertanya langsung kepada Erwin Muniruzaman, adik kandung Ridwan Kamil, “Apakah Ridwan Kamil punya darah Minang?” ketika bersua di Jalan Anggrek Nelly minggu lalu. Erwin yang lulusan Ilmu Astronomi Institut Teknologi Bandung incaran saya sejak Sekolah Dasar itu menjawab, “Tidak, Bang. Namanya saja barangkali, banyak mirip dengan orang Minang.”
Di Amerika Serikat, pilihan terhadap partai politik sudah masuk kategori hak asasi asal muasal yang melekat dengan diri seseorang. Privat, ideologis, terkadang romantis sekaligus. Sejumlah penerima hadiah Nobel bahkan sejak mahasiswa adalah anggota Partai Komunis di kampusnya.
Baca Juga: Airlangga Hartarto Tegaskan Figur Capres Partai Golkar Sudah Final dan Tak Bisa Diganggu Gugat
Sebut saja Robert William Fogel, sejarawan ekonomi peraih Nobel Ekonomi 1993. Sama dengan di India, yakni tiga negara bagian dikuasai Partai Komunis India, bahkan di sejumlah distrik pemilihan Amerika Serikat, terdapat pemilih Partai Komunis yang berjibun. Amerika Serikat sama sekali tak menganut sistem dua partai.
Di Kota Medan, terdapat sejumlah tokoh yang bergabung dengan Partai Golkar. Nama Markus Horison yang dikenal sebagai kiper nasional sepakbola, sudah jauh-jauh hari mendapatkan NPAPG. Lae Markus bahkan sudah menjadi fungsionaris DPR RI.
Sosok yang berperawakan plontos ini memperlihatkan betapa kalangan olahragawan sama sekali tak alergi terhadap partai politik. Dari jajaran artis, terdapat nama Sultan Djorghi yang juga bakal bertarung di Sumatera Utara untuk menuju kawasan Ibu Kota Nusantara di Penajam Paser Utara, sebagai lokasi persemayaman Kantor DPR RI 2024-2029.
Baca Juga: Usai Gelar Fit And Proper Test, Meutya Hafid Sampaikan Tantangan Besar 9 Calon Komisioner KPI
Di luar Lae Markus dan Sultan Djorghi, bergabung juga sejumlah bupati dan wakil bupati di Sumatera Utara. Sebut saja Dosmar Banjarnahor (Bupati Humbang Hasundutan), Radiapoh Hasiholan Sinaga (Bupati Simalungun), dan Taufik Zainal Abidin (Wakil Bupati Asahan). Sebelum itu, Sahrul Gunawan yang dikenal sebagai pemain sinetron masa remaja yang kini menjadi Wakil Bupati Bandung, juga sudah bertemu Airlangga Hartarto dan menyatakan diri bergabung dengan Partai Golkar.
Singkat cerita, kehadiran wajah-wajah baru dan lama dalam rimbun beringin itu menandakan pilihan terbuka dalam demokrasi elektoral. Jelang pemilu-pemilu periode sebelumnya, Partai Golkar justru banyak kehilangan kader, termasuk para penyelenggara negara atau keluarga mereka yang semula diusung Partai Golkar dalam pemilihan langsung kepala daerah. Mereka bergabung dengan partai politik yang lahir dari rahim kaderisasi tingkat tinggi Golongan Karya pada masa Orde Baru. Partai Golkar tentu tak ingin kehilangan lagi kader-kader potensial.
Apabila jelang pemilu 2024 ini mereka kembali, tentu saja bakal menopang keberadaan kaum milenial yang mayoritas di kandang beringin kini. Dan kehadiran mereka, pertama dan terutama sekali memberikan nafas, semangat, dan energi yang baik bagi Partai Golkar guna semakin kokoh dalam mengarungi tahapan pemilu yang kini sudah berjalan, kian bergelombang.
Baca Juga: Maman Abdurrahman Minta Pembahasan Khusus Skema ‘Power Rangers’ Dalam RUU EBET
Dari markas gerilyawan di Kemayoran, kami selalu menanti nama-nama baru itu…
Oleh Indra J. Piliang
*Ketua Biro Kaderisasi dan Keanggotaan DPD Partai Golkar DKI Jakarta
20 Januari 2023
Berita Golkar - Jika berbicara mengenai politisi perempuan Partai Golkar, sosok Hetifah Sjaifudian tak bisa dilepaskan dari titel ini. Memiliki citra sebagai politisi yang keibuan dan ramah terhadap semua orang, Hetifah Sjaifudian berhasil menegaskan citranya tersebut ketika bertugas sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI pada periode 2019-2024.
Meski kini menduduki jabatan mentereng, Hetifah tidak mencapai titik itu dalam satu malam. Proses panjang dibutuhkannya untuk bisa menanjaki puncak karir sebagai seorang politisi. Berbekal latar belakang pendidikan yang cemerlang dan pengalaman di dunia organisasi, Hetifah pun mantap menjadikan dunia politik sebagai peraduan kehidupannya.
Perempuan kelahiran Bandung, 30 Oktober 1964 ini tergolong sebagai perempuan yang cerdas dalam bidang akademis. Hal tersebut bisa kita lihat dari jejak pendidikannya. Saat mengenyam bangku pendidikan sekolah menengah, Hetifah bersekolah di SMAN 3 Jakarta dari tahun 1979 sampai 1982.
Baca Juga: Ahmad Doli Kurnia Ingatkan KPU dan Bawaslu Karawang Jaga Kredibilitas
Lulus SMA, Hetifah melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Karena sudah memiliki dasar kecerdasan, Pada tahun 1982 Hetifah diterima di salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB). Di ITB, Hetifah mengambil jurusan Teknik Planologi. Ia lantas berhasil lulus dengan nilai memuaskan di tahun 1988.
Pada masa kuliah ini selain aktif belajar, Hetifah juga turut berorganisasi. Ia masuk ke organisasi eksternal kampus, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Melalui HMI Hetifah banyak belajar soal organisasi hingga isu-isu yang menarik minatnya. Isu keperempuanan salah satu wacana yang dikembangkan Hetifah di HMI. Melalui KOHATI (Korps HMI Wati), Hetifah mempelajari banyak isu keperempuanan dan gender.
Selain aktif berorganisasi di HMI, Hetifah juga sempat menduduki jabatan di organisasi internal kampus sebagai Ketua HMP (Himpunan Mahasiswa Prodi) dari tahun 1985 sampai 1986. Di periode tahun 1987 sampai 1988, Hetifah mendapat posisi sebagai sekretaris di organisasi KKMB.
Baca Juga: Sindir Sri Mulyani Nafsu Jadi Gubernur BI, Misbakhun Ungkap Episode Gelap Karirnya
Keaktifannya berorganisasi membekas di benak Hetifah, dasar hati nuraninya yang senantiasa peduli pada wacana sosial membuatnya kemudian mendirikan Akatiga Foundation di tahun 1991.
Akatiga Foundation adalah lembaga penelitian independen dan non profit dengan tiga fokus kegiatan: penelitian sosial, monitoring dan evaluasi program-program pembangunan, rekomendasi kebijakan. Hetifah membuat lembaga ini untuk pengaplikasian keilmuan yang dimilikinya sekaligus sarana aktifitas teman-teman yang memiliki semangat sama dalam meretas permasalahan sosial.
Di tahun 1993, Hetifah memutuskan untuk melanjutkan kembali jenjang pendidikannya untuk mendapatkan gelar magister. Kebutuhan akan ilmu untuk mengelola Akatiga Foundation membuatnya kembali mengenyam bangku pendidikan. Hetifah melanglang buana ke negeri seberang Universitas Nasional Singapura pada tahun 1993 untuk mendapatkan gelar Master in Public Policy.
Tak butuh waktu lama bagi Hetifah, di tahun 1995 ia sudah berhasil mendapatkan gelar master di bidang kebijakan publik. Bekal ilmu bidang kebijakan publik ini ia gunakan sebaik mungkin untuk memajukan Akatiga Foundation sebagai lembaga yang berfokus pada rekomendasi kondisi sosial kemasyarakatan.
Di tahun 2002, tak puas hanya menyandang gelar master di belakang namanya, Hetifah kembali melanjutkan pendidikan, gelar doktoral yang kali ini jadi sasarannya. Mengambil jurusan School of Politic and International Studies, di Universitas Flinders Hetifah berhasil mendapat gelar doktor bidang politik di kampus tersebut pada tahun 2006.
Setelahnya, Hetifah kembali ke Indonesia. Berkat jejaring dan bekal keilmuan yang semakin luas, Hetifah kembali bergelut dengan dunia organisasi, aktifisme dan advokasi dengan mendirikan WRI di tahun 2004 dan Inisiatif Association di tahun 2006. Di tahun 2007, Hetifah sempat didapuk jabatan sebagai Ketua Ikatan Alumni Planologi Institut Teknologi Bandung. Ia mengabdi sebagai ketua alumni sampai tahun 2012.
Selain itu, Hetifah juga pernah berkiprah sebagai Steering Committee FPPM di tahun 2008-2009, serta Ketua Bidang Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni Budaya KOWANI di periode 2009-2014.
Baca Juga: Punya 30 Juta Followers di Seluruh Medsos Jadi Modal Ridwan Kamil Menangkan Partai Golkar
Di luar keaktifannya berorganisasi, Hetifah juga memiliki karir profesional sebagai peneliti, pengajar atau dosen. Profesinya ini telah dilakoni Hetifah sejak medio tahun 1980-an ketika menjadi Peneliti Institut Teknologi Bandung. Hetifah menjalani kesibukan sebagai peneliti ITB dari tahun 1988 sampai 1991 dan 1997-1999.
Lalu sebagai Pendiri dan Peneliti AKATIGA Center for Social Analysis di tahun 1991 sampai 2009, Dosen Luar Biasa Development Studies Program dari tahun 1995 sampai tahun 2000, Direktur Eksekutif B-Trust Advisory Group, Bandung dari tahun 2005-2009 dan 2014-2015.
Perjalanan karir sebagai aktivis, organisatoris, pengabdi keilmuan membuat Hetifah terpanggil untuk membuka ruang yang lebih besar agar bermanfaat bagi orang banyak. Politik adalah tujuannya. Dengan berkiprah di dunia politik, Hetifah memiliki niat dan maksud agar keberadaan dirinya dapat memunculkan dampak positif bagi masyarakat.
Partai Golkar dipilihnya karena beberapa alasan, salah satunya adalah partai yang bisa menjamin wawasan keilmuannya tetap terjaga di tengah hiruk pikuk pragmatisme politik saat itu. Sebagai partai tengah, Partai Golkar untuk Hetifah memiliki kesan inklusif dengan semangat isu yang diusungnya sejak awal, mengenai perempuan dan keberpihakan kebijakan publik.
Baca Juga: Airlangga Hartarto: Pemerintah Telah Siapkan Kebijakan Antisipatif Hadapi Tahun 2023
Hetifah menjadi kader Partai Golkar sejak ia aktif di salah satu organisasi sayap politik Golkar yaitu Ormas Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR). Pada Pileg 2009, Hetifah maju mencalonkan diri sebagai Calon Legislatif dan terpilih menjadi Anggota DPR-RI periode 2009-2014. Hetifah bertugas di Komisi X (pendidikan, pemuda dan olahraga) dan kemudian mutasi ke Komisi V (perhubungan, pekerjaan umum dan perumahan rakyat).
Pada Pileg 2014 Hetifah kembali mencalonkan diri sebagai Calon Legislatif tetapi gagal terpilih kembali. Namun, keberuntungan tampaknya memihak Hetifah, Anggota DPR-RI terpilih dari Partai Golkar di Dapil Kalimantan Timur, Neni Moerniaeni mengundurkan diri lantaran ingin mencalonkan diri sebagai Walikota Bontang pada Pilkada Serentak 2015. Pada 30 Oktober 2015, Hetifah sebagai pemilik suara terbesar kedua dilantik sebagai Pergantian Antar Waktu (PAW) menggantikan Neni Moerniaeni.
Pada 28 Maret Hetifah tidak lagi menduduki posisi sebagai anggota di Komisi 2 DPR-RI yang membidangi pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah, aparatur dan reformasi birokrasi, kepemiluan, pertanahan dan reforma agraria dan mulai bertugas di Komisi 10 DPR-RI yang membidangi pendidikan, kebudayaan, pariwisata, ekonomi kreatif, pemuda dan olahraga, dan perpustakaan.
Baca Juga: John Kenedy Azis Minta Pemerintah Prioritaskan Keberangkatan Haji Bagi Lansia
Namanya turut serta meramaikan perombakan pimpinan di AKD oleh Fraksi Golkar pasalnya Hetifah menggantikan posisi Ferdiansyah sebagai Wakil Ketua Komisi 10 DPR-RI sejak 2 April 2018.
Hetifah terpilih kembali menjadi Anggota DPR-RI periode 2019-2024 melalui Partai Golongan Karya (Golkar) setelah memperoleh 66.487 suara dari dapil Kalimantan Timur yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi 10 yang membidangi pendidikan, kepemudaan, olahraga, perpustakaan, pariwisata dan ekonomi kreatif.
Selama duduk sebagai anggota DPR RI dengan posisi di berbagai komisi, Hetifah sangat aktif menyuarakan aspirasi rakyat yang menjadi konstituennya. Tercatat, Hetifah memiliki kontribusi aktif terhadap penyusunan RUU Pemilu saat masih berada di Komisi II DPR. Ia juga aktif dalam perumusan, pembahasan hingga pengesahan.
Hetifah juga berperan aktif dalam RUU Aparatur Sipil Negara (RUU ASN), lalu RUU Pertanahan, RUU Ekonomi Kreatif, RUU tentang Kepariwisataan, dan ada pula RUU Wawasan Nusantara yang mendapat sentuhan pemikiran serta tangan dinginnya.
Baca Juga: Ridwan Kamil Masuk Partai Golkar, Pengamat: Simbiosis Mutualisme, Kedua Pihak Diuntungkan
Dalam perannya sebagai legislator perempuan, Hetifah senantiasa meminta parlemen untuk lebih memperhatikan regulasi yang pro terhadap perempuan serta memberikan ruang seluasnya bagi kaum perempuan untuk berkecimpung di dunia politik. Hetifah juga memiliki program penyaluran beasiswa bagi anak-anak Kaltim yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Sejak awal ia bergerak di dunia organisasi, Hetifah selalu berkomitmen untuk menjadi pejuang bagi nasib kaum perempuan. Ia sadar bahwa tanpa pioneer, nasib perempuan akan sulit berubah di bumi pertiwi. Butuh semangat ekstra untuk melakukan perubahan bagi kaum perempuan, terutama dari sisi kebijakan dan keberpihakan politik. Hetifah berada di parlemen untuk terus memperjuangkan hal ini. {redaksi}
Capres Golkar 2024, Siapakah yang akan menjadi calon presiden partai golkar 2024. Partai Golkar tentu akan sangat berhati hati dalam menentukan siapa yang akan mejadi pasangan capres dan cawapres yang diusung oleh Golkar